Perjalanan Belajar Ibu Kancil





Bismillah.

Awal bulan Desember ini saya ikut sebuah workshop 2 hari di Bogor. Workshop tentang pengenalan teknik pengajaran baca tulis untuk anak usia dini. Yes, mamak-mamak yang ikut workshop, bukan anak-anaknya. Jadi ini sebenarnya adalah workshop yang ditujukan untuk ibu, guru, pengajar, dan siapapun yang ingin mengajarkan baca tulis ke anak usia dini.
Saya sangat semangat karena pengajarnya adalah penulis buku “Jatuh Hati Pada Montessori”, Mbak Guru Vidya Dwina Paramita, yang bukunya sampai saya beli 3 eksemplar, untuk kakak-kakak saya.
Di hari Sabtu (hari pertama) workshop, Panglima Kancil ikut serta. Kami berangkat naik kereta ke Bogor dan dilanjutkan naik ojek. Sampai di lokasi, rupanya hanya saya peserta yang membawa anak. Masya Allah selama pembelajaran, Panglima Kancil bisa sibuk sendiri bermain, menggunting, naik turun tangga, bermain dengan kucing, dll.
Pada sesi pertama sampai makan siang, saya kembali benar-benar takjub dengan filosofi Montessori yang dijelaskan. Jadi ceritanya, dengan semakin bertumbuhkembangnya Panglima Kancil, saya tuh merasa gak punya ilmu pengasuhan sama sekali. Saya pernah mengajar dan menyusun program/kurikulum untuk tingkat SD dan SMP, tapi ini sama anak sendiri kok ya saya nge-blank. Kemudian dimulailah perjalanan belajar Ibu Kancil ini dalam rangka memperoleh petunjuk Allah dalam mengasuh Panglima Kanci. Saya baca berbagai buku, saya nonton berbagai lecture tentang pengasuhan. Lalu, dalam perjalanan ini, saya ketemu dengan Filosofi Montessori dalam pengasuhan anak usia dini. Dan saya jatuh cinta. Saya pelajari sedikit demi sedikit, saya ikut free class nya di dekat kantor, dan saya bercita-cita ikut Diploma Montessori suatu saat kelak. Aamiin.

Montessori is not about the materials, or the school, or even the Diploma. The most important of Montessori is that adult develop along with the children in building strong connection each other, in knowing each other, in together being the student of life. Ini kesimpulan pribadi saya akan Montessori philosophy.

Kembali lagi ke workshop yang saya ikuti. Siapa siy orangtua yang gak mau anaknya pintar baca tulis? Dan tentu saja, sebagai orangtua, kita juga dibombardir berbagai informasi dan komentar orang lain tentang perbandingan antaranak, belum lagi tuntutan sekolah dasar akan kemampuan anak untuk baca tulis dan berhitung. Aaaah… gimana bisa sabar coba jadi emak jaman sekarang? Ya kan? Ya kan? Masa siy? Serius nggak bisa sabar?
Nah, dalam workshop ini saya kembali tercerahkan bahwa belajar itu haruslah kegiatan yang MENYENANGKAN dan BERMAKNA bagi anak. Dan karena setiap pembelajaran itu ada prosesnya, kita harus memastikan bahwa anak belajar membaca itu nggak ujug-ujug, nggak tiba-tiba, nggak maksa juga. Emak-emak pasti paham kalau pikiran anak-anak itu masih sangat konkret, sementara membaca itu hal yang abstrak loh. Bukannya kata itu adalah simbol atas suatu objek tertentu?
Jadi makin tercerahkan deh saya. Trus semakin semangat juga bikin tools belajar baca tulis untuk Panglima Kancil. Ahahahaha. Semoga semangatnya panjang umur ya.

Perjalanan belajar pengasuhan anak bagi saya juga sebenarnya adalah belajar memaafkan dan memahami bahwa orangtua saya dulu punya banyak tantangan, overwhelmed dengan semua tantangan itu. Dan sudah seharusnya saya berterima kasih kepada Ibu Bapak saya karena dengan doa dan upaya mereka saya bisa tumbuh dengan kesukaan membaca dan belajar. Semoga hal ini juga bisa kita wariskan ke anak cucu kita kelak, bahwa Allah meninggikan mereka yang menuntut ilmu. Bahwa ilmu itu tumbuh ketika memberi manfaat bagi orang lain. Bahwa Allah menciptakan manusia sebagai pembelajar akan semua ayat-ayatNya. Aamiin.

Next time insya Allah saya share tentang apa yang saya siapkan bagi Panglima Kancil dalam belajar membaca dan menulis. Insya Allah.



-Ibu Kancil-

Comments

Popular posts from this blog

Parenting #01

Develop the Attitude of a Student

RUBIK #01 Revive Your Heart