The Most Beautiful Dua A Parent Can Make
Bismillah
Jakarta,
7 November 2017
Menjadi
orangtua sesungguhnya tidak mudah. Kalau mudah, sudah pasti Allah akan
sampaikan ke kita kisah-kisah pengasuhan anak yang mudah. Pertanyaannya kemudian
: kenapa tidak mudah? Menurut saya pribadi (silakan sependapat atau tidak),
menjadi orangtua itu tanggungjawabnya bukan hanya kepada pasangan dan anak
kandung kita saja, tetapi jauh melampaui generasi-generasi mendatang. Dalam salah
satu ceramahnya di tahun 2010, Ust Nouman Ali Khan menyampaikan dengan sangat
indah dan sederhana bahwa dalam Surat Al Furqaan ayah 74 Allah menyampaikan doa
terindah : ‘’Rabbanaa hablanaa min azwajiina wa dzurriyaatinaa qurrota a’yuun
wa ja ‘alnaa lil muttaqiina imaama’’ – Our
Lord, bestow on us from our spouses and our offspring who will be the comfort
(the coolness) of our eyes, and make us leaders for the righterous.
Dari
ayah ini, banyak hal luar biasa yang Allah firmankan.
1) Kata hablanaa jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti anugerahilah kami. Sesungguhnya,
makna kata ini jauh lebih dalam. Dalam Al Quran, terdapat kata aatiina yang
berarti berilah kami. Sementara itu, dalam ayah ini Allah menggunakan kata
hablanaa yang bermakna meminta sesuatu yang besar secara khusus untuk diri
kita, hadiah khusus, anugerah khusus. Hal ini berarti doa ini adalah doa yang
dipanjatkan secara khusus dan Allah memberikan ruang khusus bagi doa ini
sehingga semua orangtua dapat mengamalkannya.
2) Min azwaajina wa
dzurriiyaatinaa - bukan hanya dari
pasangan kita, tetapi generasi penerus kita,. Ini menunjukkan bahwa doa ini
tidak hanya memandang penting anak kandung kita secara langsung, tetapi juga
peran kita sebagai imam (pemimpin) bagi generasi keturunan kita di masa yang
akan datang. Maka, hablaanaa min azwaajina wa dzurriyaatiina berarti bahwa :
anugerahilah kami dari generasi penerus ini kesejukan bagi mata kita,
jadikanlah mata kami sejuk dengan adanya pasangan dan generasi penerus ini.
Penyejuk
bagi mata ini memiliki makna jauh lebih dramatis dengan memperhatikan bahwa
Bangsa Arab menggunakan istilah yang sama untuk mengungkapkan perlindungan dari
krisis. Penyejuk mata bermakna juga pelindung atau tempat berlindung, tempat
bersembunyi dari krisis atau kejadian buruk yang terjadi. Maka, kita sadari
Allah menggunakan istilah ini juga untuk menyebut secara implisit bahwa
keluarga adalah tempat berlindung yang menyejukkan.
Rutinitas
sehari-hari saya rata-rata 12 jam atau lebih saya jalani di kantor (termasuk
perjalanan PP rumah-kantor-rumah). Sedikit sekali rasanya waktu saya bersama
keluarga. Dengan sedikitnya waktu tersebut, seringkali saya merasa saya tidak
cukup baik sebagai istri maupun ibu, bahkan sebagai anak menantu dari Ibu
mertua saya. Aktivitas kami sehari-hari dimulai sekitar pukul 03.30 pagi ketika
saya, ibu mertua, dan suami bangun masing-masing untuk shalat malam. Lalu jam
04.00 saya mandi dan shalat subuh. Kemudian membangunkan Panglima Kancil
(usianya kini 2tahun6bulan), membuatkan susu di botol dan membiarkan ia melihat
saya shalat subuh. Kalau Panglima Kancil sudah tampak siap diajak mandi, saya
akan mengajaknya mandi (pakai air keran yang dingin!). Alhamdulillah Panglima
Kancil senang sekali mandi pakai air dingin dan rajin minta menggosok gigi. Lalu
pukul 05.00 saya menyiapkan Panglima Kancil berganti baju hingga menyisir
rambutnya rapi (which is only last for about 5 minutes karna rambut kriwilnya
luar biasa!). Kemudian 05.30 saya sudah siap berangkat ke stasiun diantar oleh
Jendral Kancil.
Rutinitas
pagi ini terkadang bikin stress ketika Panglima Kancil tidur larut malam
sebelumnya, sehingga ia butuh waktu tidur lebih panjang dan agak sulit
dibangunkan esok paginya. Tapi ini hal yang sangat wajar, really. Biasanya kami
(saya dan suami) memancingnya untuk bangun dengan mengatakan bahwa mainannya
ingin segera dimandikan karena sudah kotor bermain tanah. Usually it works
karna Panglima Kancil akan berpikir dan langsung terbangun sambil bertanya, “Apa?!
Siapa?! Aung mau ikut mandi!”. Lalu saya dan suami akan tersenyum penuh
kemenangan. Lain waktu kami yang bangun terlambat, misal pukul 04.30 kami baru
bangun. Wah, bukan main stresnya. Dan memang, stress itu menular ya! Suami akan
ikut pusing melihat saya grasak-grusuk pagi-pagi. Lalu ketika membangunkan
Panglima Kancilpun, meski sudah berusaha sekeras mungkin, nada suara saya yang
agak memaksa akan terdengar dan Panglima Kancil jadi ikut kemrungsung.
Well…..
Malam
harinya, rata-rata saya sampai rumah pukul 19.30 atau bisa jadi malah jam 21.00.
Most of the time, both Jendral and Panglima Kancil sudah tidur (cepet banget
yaaa tidurnyaaa duuuuh). Kalau begitu, saya bisa meluangkan waktu untuk mengaji
Al Quran atau membaca. Lalu peer rumahan saya (a.k.a nyetrika) akan saya
lakukan sampai kira-kira pukul 23.00 atau bahkan 23.30. Inipun saya masih
merasa waktu saya tidak cukup. Saya belum meluangkan waktu untuk menyalurkan
keinginan saya menulis, keinginan saya berkontribusi terhadap masyarakat,
keinginan saya untuk mengembangkan bisnis konsultan pendidikan, membaca artikel
ilmiah, dan banyak lagi. Lalu, di tengah-tengah kegiatan menyetrika ini
seringkali saya memandang suami dan anak saya tertidur lelap di atas kasur.
Masya
Allah……
Betapa
Allah Maha Pengasih dan Penyayang. IA sudah menganugerahkan saya begitu banyak
berkah sejauh ini (dan sudah tentu sejauh usia saya dan semoga bisa sampai
akhirat kelak, aamiin). Mata saya akan mulai terasa panas dan tak terasa
butiran air mata menetas begitu saja. Tapi sungguh, butiran air mata itu dan
rasa panas itu bukanlah perasaan yang menghancurkan, tetapi perasaan yang
melegakan, rasa bersyukur, rasa dilingkupi cinta kasih yang besar. Yang kadang
gak kita sadari karna kita terlalu tenggelam dalam rutinitas duniawi. Mungkin ini
yang disebut dengan qurrota a’yuunin, penyejuk mata. Ini yang bisa membuat kita
kuat menjalani sehari-hari, seberat apapun. Yang memberi asupan semangat kepada
kita, yang merasa tidak punya apa-apa, tidak bisa apa-apa.
Maka,
setiap saat, ya Allah, ingatkan hamba untuk senantiasa berdoa :
Rabbaanaa,
hablaanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a’yuun wa ja ‘alnaa lil
muttaqiina imaamaa…
Ya
Allah, beri kami kekuatan untuk dapat menjalani peran ini sebaik kemampuan
kami, dan beri kami rasa percaya bahwa apa yang kami lakukan ini tidak sia-sia.
Aamiin.
Comments
Post a Comment
Nothing compares to good feedback, and yeah, good feedback means positive and negative feedback. I need those both! Please share here.